.
Batam-Kliksuara.com // Penanganan perkara dugaan pengeroyokan yang ditangani Polsek Sungai Beduk, Polresta Barelang, menuai sorotan publik. Perkara yang berawal dari laporan korban justru berujung pada penetapan pelapor sebagai tersangka, sementara dua orang terduga pelaku pengeroyokan telah ditetapkan sebagai tersangka, ditangkap, dan hingga kini masih menjalani penahanan di Polsek Sungai Beduk.
Kasus ini bermula dari laporan MW, seorang ibu rumah tangga dengan empat anak yang masih kecil, terkait dugaan pengeroyokan yang dialaminya pada 12 November 2025. Peristiwa tersebut terjadi di rumah korban di kawasan Pancur Tower I, Kelurahan Tanjung Piayu, Kecamatan Sungai Beduk, Kota Batam.
Kronologi Kejadian
Peristiwa berawal ketika MW terlibat pertengkaran dengan suaminya di dalam rumah dengan suara yang cukup keras. Suara tersebut didengar oleh seorang tetangga korban yang telah lanjut usia, yang kemudian diduga salah mengira bahwa dirinya sedang dimaki oleh MW.
Tetangga tersebut kemudian menghubungi anak-anaknya melalui sambungan telepon dan menyampaikan dugaan bahwa dirinya telah diperlakukan tidak pantas oleh korban. Mendapat informasi tersebut, dua orang anak tetangga yang baru pulang dari tempat kerja langsung mendatangi rumah MW.
Menurut keterangan korban, tanpa melakukan klarifikasi atau bertanya terlebih dahulu, kedua orang tersebut diduga langsung melakukan kekerasan fisik secara bersama-sama terhadap MW. Dalam peristiwa itu, korban disebut tidak melakukan perlawanan. Bahkan, pakaian korban dilaporkan robek akibat kejadian tersebut.
Atas peristiwa itu, MW melaporkan dugaan pengeroyokan ke Polsek Sungai Beduk. Laporan tersebut dinyatakan memenuhi unsur pidana dan naik ke tahap penyidikan, sebagaimana dibuktikan dengan diterbitkannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang disampaikan kepada Kejaksaan Negeri Batam. Dalam proses tersebut, dua terlapor ditetapkan sebagai tersangka, ditangkap, dan hingga kini masih ditahan di Polsek Sungai Beduk.
Namun, perkembangan perkara selanjutnya menimbulkan pertanyaan di tengah publik. Setelah dilakukan mediasi dan klarifikasi, pihak tersangka dalam perkara dugaan pengeroyokan tersebut melakukan laporan balik terhadap MW. Laporan tersebut diterima dan diproses oleh penyidik hingga akhirnya MW ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana penganiayaan.
Situasi ini memantik sorotan terhadap profesionalitas penyidik, termasuk Kanit Reskrim dan Kapolsek Sungai Beduk. Publik menilai, penanganan perkara seharusnya mempertimbangkan kronologi awal secara menyeluruh, termasuk posisi korban dalam peristiwa yang melibatkan dua orang melawan satu orang tanpa adanya perlawanan.
Penyidik menyatakan bahwa penetapan status tersangka terhadap MW telah memenuhi dua alat bukti sebagaimana diatur dalam KUHAP, salah satunya berupa hasil visum et repertum. Namun, publik mempertanyakan visum atas peristiwa apa yang dijadikan dasar, serta bagaimana konstruksi hukum dibangun ketika pihak yang diduga melakukan pengeroyokan justru memiliki hasil visum, sementara pelapor mengaku mengalami kekerasan fisik di rumahnya sendiri.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa rasa keadilan, logika hukum, dan akal sehat belum sepenuhnya terwujud dalam penanganan perkara tersebut. Terlebih, MW merupakan seorang ibu dengan empat anak kecil yang masih membutuhkan pengasuhan, sehingga proses hukum dinilai perlu dijalankan dengan kehati-hatian, proporsionalitas, dan empati.
Publik menegaskan bahwa penegakan hukum tidak semata-mata soal prosedur administratif, melainkan juga keberanian aparat penegak hukum dalam menghadirkan keadilan substantif, khususnya ketika perkara bermula dari dugaan kekerasan terhadap warga.
Hingga berita ini diterbitkan, Kapolsek Sungai Beduk maupun Kanit Reskrim Polsek Sungai Beduk belum memberikan keterangan resmi kepada awak media terkait dasar pertimbangan penetapan MW sebagai tersangka serta konstruksi hukum yang digunakan dalam perkara tersebut.

