BATAM–Kliksuara.com // Wali Kota Batam, Amsakar Achmad, menegaskan pentingnya sinkronisasi kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah sebagai kunci memperkuat daya saing dan kemandirian Batam.
Hal itu disampaikan Amsakar saat menjadi narasumber dalam Rapat Koordinasi Harmonisasi Kewenangan Pusat dan Daerah yang digelar Kemenko Polhukam dan Kemendagri di Swisbell Hotel Batam, Rabu (22/10/2025). Acara tersebut juga menghadirkan pakar otonomi daerah, Prof. Dr. H. Djohermansyah Djohan, M.A.
Amsakar menyambut baik kegiatan tersebut. Ia menilai tata kelola pemerintahan perlu terus diperbarui dan dievaluasi agar hubungan pusat dan daerah berjalan harmonis.
“Rapat koordinasi ini merupakan langkah strategis bagi kebaikan dan kemaslahatan bangsa,” ujarnya.
Lebih lanjut, Amsakar menjelaskan Batam memiliki karakteristik khusus yang menuntut penanganan berbeda dari daerah lain. “Batam ini unik. Dulu industri padat karya menjadi penggerak utama, kini bergeser ke industri padat modal dan digital. Pertumbuhan investasi tinggi, tapi tidak selalu sejalan dengan penyerapan tenaga kerja,” ungkapnya.
Ia menekankan pentingnya sinkronisasi regulasi agar pembangunan tidak terhambat tumpang tindih aturan, serta perlunya perhatian khusus bagi daerah kepulauan. Menurutnya, penguatan peran daerah harus diiringi kebijakan yang lebih fleksibel untuk menjawab kebutuhan masyarakat pesisir dan pulau terluar.
Dalam paparannya berjudul Isu Strategis Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Kota Batam dan Penguatan Tata Kelola serta Kapasitas Pemerintah Daerah, Amsakar menyoroti posisi strategis Batam di jalur utama perdagangan internasional.
“Batam merupakan beranda terdepan Indonesia di bagian barat, berada di jalur strategis Selat Singapura dan Selat Malaka yang termasuk tersibuk di dunia. Dari sini, hanya 45 menit ke Singapura dan dua jam ke Johor,” jelasnya.
Secara geografis, Batam memiliki luas 1.034 km² dengan 66 persen berupa lautan dan berpenduduk 1,3 juta jiwa di 12 kecamatan. Sejak 1970, Batam tumbuh dari kawasan industri minyak menjadi kota industri dan perdagangan strategis sebagaimana diatur dalam Keppres Nomor 41 Tahun 1973.
Amsakar juga menyinggung perjalanan Batam yang dulu memiliki dua entitas pemerintahan, yakni Pemerintah Kota dan Otorita Batam (kini BP Batam). Keduanya kini berjalan searah dan saling mendukung.
“Dulu satu kapal dua nakhoda, sekarang satu arah. Hasilnya, percepatan pembangunan makin nyata,” katanya.
Secara ekonomi, Amsakar menyebut pertumbuhan ekonomi Batam berada di atas rata-rata Kepri dan nasional. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tercatat 83,32, tertinggi di Kepri dan kelima di Sumatera. Namun, tingkat pengangguran terbuka masih 6,68 persen akibat pergeseran industri dan tingginya arus migrasi. Batam tetap menjadi magnet bagi pencari kerja dari berbagai daerah karena reputasinya sebagai kota industri dan investasi.
“Laju pertumbuhan penduduk Batam masih tergolong tinggi, yakni 1,72 persen pada 2023 dan menurun menjadi 1,69 persen di 2024. Meski turun, angka ini tetap memberi tekanan pada ketersediaan lapangan kerja,” ujarnya.
Sebagai langkah konkret, ia telah mengumpulkan seluruh HRD perusahaan di Batam untuk mendorong alokasi 10–15 persen rekrutmen bagi tenaga kerja lokal non-skill. “Ini bentuk keberpihakan kita kepada masyarakat sendiri,” tegasnya.
Selain memperkuat sektor ketenagakerjaan, arah pembangunan Batam kini difokuskan pada peningkatan kualitas SDM dan kesejahteraan sosial. Untuk itu, Pemko dan BP Batam memperkuat kemitraan dengan perguruan tinggi dan dunia industri, salah satunya melalui kerja sama dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.
“Program kami di 2026 nanti ada sekitar 20 orang yang akan kami berikan beasiswa kuliah di ITS. Alumni ITS ini punya prospek bagus, terutama di bidang galangan dan industri teknik,” ujar Amsakar.
Selain kerja sama dengan ITS, Pemko juga menyiapkan beasiswa bagi putra-putri Batam yang diterima di tujuh perguruan tinggi negeri ternama, termasuk kuota khusus bagi pelajar dari keluarga kurang mampu dan wilayah pesisir hinterland.
“Pembangunan Batam tak boleh hanya soal infrastruktur, tapi juga tentang manusia yang sejahtera dan terlindungi,” kata Amsakar.
Berbagai program perlindungan sosial juga terus digulirkan. Lebih dari 10.000 pekerja rentan seperti pengemudi ojek daring, nelayan, dan petani kini terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, disertai 3.970 lansia penerima bantuan sebesar Rp300 ribu per bulan.
Secara ekonomi, inflasi Batam terkendali berkat pengawasan harga dan operasi pasar rutin. “Setiap awal bulan kami menggelar rapat pengendalian inflasi bersama Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian. Menjelang Natal dan Tahun Baru, kami juga menyiapkan kembali 3.000 paket sembako untuk masyarakat,” paparnya.
Sektor pariwisata pun menunjukkan tren positif. Tahun 2024, Batam mencatat 4,6 juta kunjungan wisatawan, terdiri atas 1,3 juta mancanegara dan 3,3 juta domestik. Tahun ini, target dinaikkan menjadi 1,5 juta wisatawan mancanegara.
Menurut Amsakar, harmonisasi regulasi dan dukungan kebijakan yang berpihak pada daerah menjadi kunci agar otonomi berjalan efektif dan berdampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat.
Batam kini termasuk satu dari sembilan daerah dengan kemandirian fiskal terbaik di Indonesia. “Batam telah menunjukkan kemandirian fiskal dengan PAD mencapai Rp2,7 triliun dari total APBD Rp4,2 triliun. Dengan regulasi yang selaras antara pusat dan daerah, kita dapat melangkah lebih cepat menuju kota yang maju, mandiri, dan berdaya saing global,” pungkasnya.
